HARDIKNAS: Menjaga Asa dan Nyala Api Belajar Anak di Tengah Pandemi

Oleh : Mahfud Ifendi, M.Pd.I

Dosen STAI Sangatta Kutai Timur

Bacaan Lainnya

Saat ini lebih dari 213 negara di seluruh dunia telah terpapar CoronaVirus disease 2019 (Covid-19), tak terkecuali Indonesia. Virus yang berasal dari Wuhan-Cina, ini telah begitu cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Semua lini kehidupan telah terkena dampaknya, termasuk dalam bidang pendidikan. Di Indonesia, sama halnya di negara-negara lain telah meliburkan sekolah dari tingkat rendah hingga pendidikan tinggi.  Dalam kondisi yang seperti ini, demi menekan angka kontaminasi dan peyebaran virus yang berbahaya, meliburkan sekolah dalam artian tetap belajar di rumah tentu dirasa sangat cocok sekali. Karena bagaimanapun juga jika sekolah-sekolah tidak diliburkan, maka intensitas kerumunan atau interaksi orang-orang semakin banyak dan tentu akan mempermudah penyebaran virus dari satu orang ke orang lainnya. Jika dibiarkan, maka akhirnya akan fatal.

Di tengah merebaknya wabah yang seperti ini, telah memaksa semua anak-anak Indonesia untuk belajar di rumah, karena belajar ke sekolah dirasa tidak memungkinkan lagi. Layanan pendidikan mengalami perubahan, sistem pendidikan harus bertransformasi. Menurut UNESCO, di masa pandemi Covid-19, sekolah-sekolah di tutup dan dialihkan ke sekolah di rumah. Peristiwa ini memberi peluang bagi orang tua untuk mendampingi dan membimbing anak-anak saat belajar, menggali talenta dan ketrampilan mereka, menguatkan pola asuh terhadap anak serta ikatan psikologis keluarga.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pihak agar pembelajaran anak tetap berjalan sebagaimana biasanya meski dilakukan dengan jarak jauh, baik melalui sarana dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Kata bijak Ki Hajar Dewantara yang berbunyi “Setiap orang menjadi guru, dan setiap rumah adalah sekolah” adalah ungkapan yang sangat pas dalam kondisi yang seperti ini. Meskipun dalam keadaan normal kata-kata bijak ini tetap relevan, namun intensitasnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan situasi saat ini. Harapannya, dalam kondisi seperti ini, peran orang tua harus intens untuk membimbing anak-anak agar tetap belajar.

Dengan hadirnya media pembelajaran yang ada pada saat ini, baik yang bersifat online seperti aplikasi Rumah Belajar, aplikasi Sipintar, Google Classroom, Zoom, Quipper, Quisis, Wekiddo SMK bisa, Edmodo, E-modul.kemendikbud.go.id, dan Sekolahmu. Media semi offline seperti short message sistem (SMS), telepon, Whats App group, dan pengiriman fisik modul ke rumah. Maupun yang non digital seperti majalah KUARK, buku aktivitas 30 hari, pensil warna dan board game. Dengan hadirnya berbagai macam media pembelajaran ini, diharapkan kegiatan belajar anak di rumah dapat berjalan dengan baik.

Terhitung mulai 18 Maret 2020 sampai bulan Mei ini, kurang lebih 1,5 bulan anak-anak telah belajar di rumah masing. Dalam perjalanannya, pembelajaran anak-anak di rumah ternyata menjadi moment tersendiri bagi orang tua untuk membimbing anak-anaknya. Beragam komentar telah bermunculan mengenai pembelajaran di rumah ini. Mulai dari keterbatasan orang tua dalam memahami mater-materi sekolah si anak, kekurangfahaman orang tua menggunakan smart phone, sulinya mendapatkan signal, kuota internet yang boros untuk pembelajaran hingga kesabaran orang tua yang sangat diuji ketika membimbing anak-anaknya belajar di rumah. Bahkan sampai muncul sebuah “meme” yang agak menggelitik kita semua, “ayah/ibuku lebih galak daripada bapak/ibu guru di sekolah”. Sekilas meme ini menggambarkan betapa kurang nyamannya anak-anak belajar di rumah didampingi orang tuanya. Meski porsinya dalam jumlah yang kecil, artinya tidak semua orang tua demikian, namun hal ini tidak bisa disepelakan bahwa mereka anak-anak sejatinya ingin segera kembali belajar ke sekolah dan memilih belajar dengan bapak/ibu gurunya.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa saat ini seperti yang dikatakan oleh M. Hasan Chabibie, M.Si, Plt. Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud, bahwa 80% masyarakat Indonesia masih menggunakan hand phone sebatas sebagai alat komunikasi dan entertainmet. Sehingga dalam kondisi yang seperti saat ini, tuntutan pembelajaran melalui media online maupun semi offline, dirasa kurang begitu cakap menggunakannya. Walhasil, tidak sedikit orang tua yang kemudian kebingungan bagaimana cara mengoperasikan hand phone-nya untuk digunakan sebagai media pembelajaran melalui aplikasi-aplikasi yang telah ada. Hasan Chabibie menambahkan bahwa, tidak ada aplikasi yang terbaik, aplikasi yang terbaik adalah aplikasi yang mudah dan maksimal dalam penggunaannya sebagai media pembelajaran.

Namun, kebingungan orang tua, gaptek-nya orang tua, jenuhnya anak-anak belajar di rumah, borosnya kuota, susahnya mendapatkan signal maupun internet di berbagai pelosok negeri tanah air untuk mengakses pembelajaran, lantas kemudian jangan sampai menyurutkan niat dan semangat belajar anak-anak. Meski dalam kondisi pandemi seperti ini, menjaga asa dan nyala api belajar anak harus tetap dirawat agar selalu senantiasa belajar sepanjang hayat dalam keadaan bagaimanapun juga. Pendampingan anak secara maksimal, berikan contoh-contoh yang baik dan mudah difahami bagi anak-anak, serta bertanya kepada guru atau pihak lain yang dirasa lebih tahu jika mengalami kesulitan, bisa jadi ini sebuah solusi agar belajar dapat berjalan sesuai dengan target atau tujuan pembelajarannya.

Semoga wabah ini segera berakhir, agar anak-anak dapat kembali belajar di sekolah dengan nyaman dan maksimal, dan semoga kehidupan dapat berjalan kembali sebagaimana biasanya.

Comments

0 comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *