Masyarakat Kutai Timur dan Janji PT.KPC

Oleh : Sugar Warjaya

Hariankutim.com, Sangatta- Masih Adakah Wibawa Penyelenggara Pemerintahan Kutai Timur Menagih Janji PT. KPC?

Bacaan Lainnya

Berbicara tentang Korporasi dan masyarakat mengingatkan kita akan sebuah film Percy vs Goliath, yang menceritakan perjuangan seorang petani kecil bernama Percy Schmeiser dari Kanada melawan korporasi agribisnis dunia, Monsanto, tentu akhir ceritanya berbeda dengan apa yang terjadi di Kutai Timur, dan saya tidak akan membahas sinopsis film tersebut.

Sudah puluhan tahun, PT.KPC beroperasi di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Dalam kurun waktu itu pula banyak persoalan lingkungan dan sosial muncul. Karena itu masyarakat Kutai Timur sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari konsesi pertambangan itu pada awalnya harus dilibatkan mengenai masa depan industri tambang di Kutai Timur.

Sempat periode tahun 2021 lalu organisasi lingkungan hidup JATAM dengan tegas menolak perpanjangan ijin operasional PT.KPC dengan alasan memiliki catatan buruk terhadap lingkungan yang mempengaruhi masyarakat Kutai Timur, belum lagi permasalahan penguasaan lahan kelompok tani di Kutai Timur, terutama kelompok tani Taman Dayak Basap. Kejelasan lahan kelompok tani itu terombang ambing karena PT.KPC tidak mengindahkan putusan pengadilan negeri Sangatta yang memenangkan kelompok tani Taman Dayak Basap atas kepemilikan tanah seluas 152,3 hektare dan menghukum PT.KPC untuk segera mengosongkan serta menyerahkan tanah mereka.

Belum lagi rusaknya jalan trans Rantau Pulung yang menjadi kado pahit di penghujung tahun 2022, padahal jalan trans Rantau Pulung masuk dalam salah satu point di kesepakatan antara pihak penyelenggara pemerintahan Kutai Timur dengan PT.KPC, kemudian tidak adanya kejelasan legalitas hukum komitment pembangunan yang harus di jalankan oleh korporasi tambang tersebut. Yang juga tidak jelas adalah apakah landasan komitment yang di tanda tangani oleh pihak penyelenggara pemerintahan Kutai Timur dan PT.KPC sudah melalui uji publik.

Yang paling penting adalah adanya keharusan perihal yang menjamin terpenuhinya tuntutan hidup masyarakat Kutai Timur pada masa depan setelah berimbas dampak operasi penambangan.

Penyelenggara Pemerintahan Kutai Timur juga harus bersikap tegas dalam menghadapi korporasi besar yang mengeruk kekayaan alam Kutai Timur demi kepentingan masyarakat Kutai Timur, setidaknya melalui uji publik yang seharusnya di lakukan terlebih dahulu sebelum penandatanganan komitment, sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari dan tidak menghilangkan marwah serta wibawa pemerintahan Kutai Timur.

Posisi hukum sebuah komitment haruslah jelas terlebih dahulu, melihat surat komitment yang di tanda tangani oleh penyelenggara pemerintahan Kutai Timur dan PT.KPC hanya ala kadarnya tanpa aspek legalitas yang kuat dan mengikat.

Harus ada point yang menyatakan proyek tambang ini bertanggung jawab terhadap masyarakat terutama penduduk lokal penerima dampak proyek tambang, sehingga komitment itu menjadi jelas untuk penduduk lokal sekitaran area pertambangan dan masyarakat tentu harus masuk di dalamnya.

Dua pertanyaan besar muncul di benak kita masing-masing adalah seberapa besar komitment itu bisa mengikat untuk harus di realisasikan oleh sebuah koporasi sebesar PT.KPC dan masih berwibawakah penyelenggara pemerintahan Kutai Timur yang bertanda tangan pada pertemuan Jakarta dengan PT. KPC?.

Tentu komitment itu tidak bisa serta merta seenak udelnya dibuat dengan tergesa-gesa dan dilakukan oleh sekelompok pihak yang mengatasnamakan masyarakat Kutai Timur namun peran serta masyarakat menjadi hilang dan menjadikan marwah penyelenggara pemerintahan Kutai Timur menjadi hilang. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas hal ini? Apakah masyarakat Kutai Timur?

Ini bukan kebun singkong,ini juga bukan sawah,ini pun juga bukan kebun aren yang kemudian sejumlah pihak mengatasnamakan membawa aspirasi masyarakat Kutai Timur. Bicara PT.KPC itu kita semua tidak bicara sesederhana soal lahan kebun singkong, sawah ataupun kebun aren. Kita bicara permasalahan yang besar karena bicara kepentingan masyarakat Kutai Timur yang luas dan besar.

Jadi berkaca itulah setidaknya penyelenggara pemerintahan Kutai Timur harus banyak beristigfar dan kembali menelaah komitment yang di tanda tangani dengan PT.KPC, tidak bisa serta merta menagih komitment itu di karenakan adanya kekeliriuan dalam pengambilan kebijakan.

Tentu yang bijaksana saat ini dilakukan adalah operasional tetap berjalan sambil penyelenggara pemerintahan melakukan uji publik dan melibatkan seluruh tokoh-tokoh dari segala lapisan di Kutai Timur,bukan segelintir yang mengatasnamakan masyarakat Kutai Timur. (Hk/00)

Comments

0 comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *