Masyarakat adat merupakan salah satu pilar penting dalam upaya para pihak mengatasi perubahan iklim. GCF sebagai sebuah platform pemerintahan sub-nasional dari 35 Negara Bagian dan Provinsi menyadari arti penting pilar masyarakat adat tersebut dan mengakomodasinya sebagai agenda yang tak terpisahkan dari upaya GCF menjawab tantangan global menghadapi masalah perubahan iklim. Forum GCF memandang pentingnya pengetahuan masyarakat adat dalam mengelola hutan dan ekosistemya dan peranan krusial yang mereka mainkan sebagai aktor kunci terdepan yang berhubungan langsung dengan hutan-hutan tropis seluruh dunia. Maka dari itu, anggota GCF mengadakan pertemuan dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada tanggal 18 Juli, 2017, di Hotel Pullman, Jakarta, sebagai bagian dari agenda High-Level Meeting.
Menyambut pertemuan tahunan GCF yang diselenggarakan di Balikpapan 25-29 September tahun ini, para anggota GCF menginginkan agar arti penting kedudukan masyarakat adat tersebut direfleksikan dalam platform GCF secara seimbang baik dalam proses yang partisipatif maupun substansi program yang tepat. Untuk itu, sebuah tawaran rencana aksi yang disebut Balikpapan Challenge mengundang tema masyarakat adat sebagai salah satu pilar penting dalam keputusan final.
Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek, yang saat ini dipercayakan memimpin GCF global mengakui masyarakat adat adalah aktor penting dalam mendorong upaya perlindungan hutan. “Kami sedang berusaha untuk mencari skenario terbaik agar kepentingan masyarakat adat bisa diakui dan diterima dalam platform GCF dalam prinsip-prinsip yang bisa diterima oleh perwakilan kelompok masyarakat adat seluruh dunia dan pemerintah provinsi maupun negara bagian.” Kata Faroek. Skenario tersebut, menurut Gubernur Kaltim, harus diproyeksikan dalam bentuk indikator yang jelas dan terukur dan terintegrasi dalam rencana Pemerintah.
Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut baik rencana memperkuat upaya perlindungan dan pengakuan peran-peran masyarakat adat dalam mengelola hutan melalui platform GCF. “GCF menempatkan kembali konsep otonomi sesungguhnya pada tingkat sub-nasional. Kami menginginkan agar otonomi yang makin kuat juga diikuti dengan penguatan otonomi pada tingkat komunitas. Hanya dengan penguatan otonomi pada pemerintahan daerah maka otonomi pada tingkat komunitas juga turut diperkuat,” demikian kata Rukka. Otonomi pada tingkat Provinsi, lanjut Rukka, diharapkan dapat meraih kerja sama efektif dengan masyarakat adat untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya secara berkelanjutan dan membagi manfaat hutan secara adil.
INOBU yang saat ini berperan sebagai sekretariat GCF Indonesia mendukung pandangan Kalimantan Timur dan AMAN dan menambahkan bahwa platform yang disusun tersebut harus sungguh-sungguh dikembangkan berdasarkan masukan masyarakat adat sendiri. Silvia Irawan, Direktur INOBU, menginformasikan bahwa Sekertariat GCF memfasilitasi pertemuan-pertemuan awal persiapan pelibatan masyarakat adat dalam GCF pra dan pasca Balikpapan Challenge. Irawan berharap peran proses tersebut akan makin menguat ke depan. Demikian halnya dengan substansi yang ditawarkan. (PR / Nala)
Comments
0 comments