Refleksi Haul Gus Dur Ke 13 dalam Harmoni Hubungan Antar Umat Beragama di Kaltim

Oleh: Pdt. Resta Riswanto Barus, S.Th.M.M

Hariankutim.com, Samarinda- Tentu sebagai anak bangsa, tidak ada yang tidak menggenal sosok Gus Dur. Disamping pernah menjadi Presiden RI ke IV, Gus Dur bagi saya merupakan orang yang fenomenal, Kyai yang tidak perlu diragukan keIslamannya, sebab keIslamannya telah menjadi inspirasi serta memiliki prinsip yang teguh terutama dalam menegakkan kebinekaan di tengah-tengah bangsa yang pluralis seperti yang diamanahkan para tokoh pendiri bangsa.

Bacaan Lainnya

Sehingga tidak jarang dalam kebijakan sewaktu menjadi presiden mendapatkan banyak kritikan dan isu-isu tak menyedapkan, baik dalam mengakui aliran Konghucu sebagai aliran kepercayaan diakui di NKRI di tahun 2011.

Bagi Gus Dur, Indonesia itu bukan dibangun oleh satu gologan suku dan atau agama. Namun terdiri dari berbagai ragam suku bangsa dan agama. Semua itu merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang patut dihargai dan juga sebagai rahmat Tuhan yang perlu dijaga dan tetap harus diperjuangkan. Tafsiran pribadi bila tidak menghargai keragaman berarti kita tidak menghargai yang Sang Pembuat keragaman.

Keberagaman masyarakat Indonesialah yang menjadi identitas nasional, sehingga membuatnya berbeda namun kaya, jika dibandingkan dengan bangsa dan Negara yang ada di dunia ini. Jadi ke Islaman menurut Gus Dur, bukan dalam artian memaksakan nilai-nilai islam yang harus dijalankan namun bagaimana nilai-nilai keislaman itu tetap dikedepankan berdasarkan kebinekaan.

Umat beragama harus memiliki jiwa pluralis, mampu mengedepankan toleransi yang didasarkan jiwa kemanusiaan. Prinsip ini, tampak dalam kehidupan Gus Dur bisa bersahabat dengan berbagai golongan suku dan agama. Dan bahkan Gus Dur bisa dikatakan adalah teman bagi golongan minoritas, dan orang-orang yang terpinggirkan oleh karena kebijakan. Sehingga dia menjadi korban dalam kebijakan yang dilakukan, Harus dilengserkan.

Semangat dan perjugangan Gus Dur ternyata masih di wariskan dan menjadi bagian inspiratif bagi generasi muda baik yang ada di dalam Gusdurian, Nahdlatul Ulama (NU) serta komunitas kultural lainnya. Meskipun Gus Dur tidak bersama-sama dengan kita lagi, semangat juangnya masih hidup dan berakar kuat pada prinsip dan nilai dimasyarakat.

Hal ini saya rasakan disaat diberikan kesempatan untuk menghadiri ‘Haul Gus Dur ke 13 di Samarinda’. Berawal dari tantangan yang kami hadapi sebagai salah satu gereja suku yakni Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). GBKP ada di Samarinda sejak 2007, dimana beberapa orang-orang Karo yang dahulunya warga gereja GBKP yang sudah pindah bekerja di Kalimantan Timur terkhusus di Samarinda bersatu membentuk gereja GBKP.

Karena bagi orang Karo, beribadah dengan bahasa dan budaya Karo lebih hikmat serta sebagai wadah mempertahankan bahasa dan budaya meskipun jauh dari Tanah Karo. Sebab suku Karo yang ada di Kalimantan Timur, terkhususnya putra-putri mereka mulai susah berbahasa Karo dan mengenal budaya Karo.

Untuk itu beberapa orang Karo berkumpul menjadi warga GBKP. Semangat orang Karo pun terlihat dengan upaya mencari lahan untuk mendirikan gereja sebagai tempat ibadah, ada beberapa tempat sudah dicari namun ada kendala penolakan pendirian gereja. Terakhir di tahun 2015, ada lahan di jalan SMP 8 tepatnya di RT 29, selain dari lahan GBKP juga sudah mengumpulkan 90 jemaat dan 60 pendukung yang sudah di setujui RT. 29.

Hanya saja di tahun 2016, sewaktu meneruskan pengurusan izin IMB ke Kantor Lurah, ternyata enggan mengeluarkan surat keterangan agar GBKP melanjutkan pengurusan. Awalnya didasarkan karena ada surat penolakan beberapa warga RT.29 yang di damping oleh RT yang baru ke kantor Lurah.

Ada 6 tahun GBKP berupaya untuk berjuang, dengan melakukan pendekatan-pendekatan kepada warga dan bertemu dengan bebera instansi yang diharapkan dapat membantu GBKP baik FKUB, dan bahkan walikota Samarinda.

Dalam pergumulan GBKP, di tahun 2021 kami diutus Moderaen GBKP ke Samarinda dan berkat masukan dari Pdt. Jerry Brahmana kami bisa mengenal NU dari Mas Asman Azis yang ternyata sebagai Ketua LAKPESDAM Kalimantan Timur dan Koordinatur Wilayah Gusdurian Kaltim.

Dengan jiwa keterbukaan dan bersahabat maka kita sering ngobrol bareng dimana dalam pertemuan-pertemuan kita juga dikenalkan dengan pengurus-pengurus NU yang ada di Samarinda, baik Banser, Gusdurian, dkk. Asman Azis, dkk (Saifulah, Halim, Randi, Marjani, Kohar, Dion, dll) bukan hanya teman dalam berdiskusi namun tetap memberikan semangat serta tetap mendukung dan mendampingi GBKP dalam pertemuan-pertemuan baik di kantor TWAP, kantor Lurah dan bahkan ke komisi 1 DPRD Kota Samarinda.

Saya sangat bersyukur boleh di beri kesempatan untuk mengikuti ‘haul Gus Dur ke 13 di kantor PBNU’dimana semangat dan perjuangan Gus Dur, ternyata masih diteruskan di dalam NU. Kepedulian teman-teman dan juga pendampingan yang dilakukan terhadap kami GBKP mendorong saya sebagai pendeta di GBKP untuk semangat dalam menerukkan nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur baik jiwa kemanusiaan, sikap pluralis, dan konsisten dalam menegakkan nilai keadilan karena bagi Gus Dur ‘Perdamaian tanpa keadilan itu adalah ilusi’ seperti yang kami rasakan, GBKP di Samarinda.

GBKP tidak berkonflik atau memicu monflik ditengah masyarakat yang plural, apa yang dilakukan adalah dalam rangka memperjuangkan hak sebagai warga negara yang dilindungi konstitusi. Meskipun selama 6 tahun, khususnya proses perizinan yang kami tempu masih terhambat ternyata sebuah kesempatan untuk mengenal NU yang juga peduli terhadap keberadaan kami.

Dan penting sekali jiwa dan semangat NU ini ada di dalam diri para pemimpin sehingga mampu dalam menjalankan demokasi sesungguhnya bukan hanya demokrasi prosedural namun kepada subtasialnya yakni nilai-nilai keadilan tanpa membedakan golongan sehingga tercapai pada cita-cita pendiri bangsa NKRI rakyat yang adil dan makmur.

Karena harapan rakyat adil dan makmur apabila: Terciptanya keadilan serta ketentraman untuk itulah ada aparat penegak hukum, tokoh agama dan juga pemimpin bangsa, Jaminan kesehatan dari Pemerintah, Adanya lapangan pekerjaan, Mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak, dan Segala urusan administarasi tidak dipersulit.

Akhir kata, ‘Haul Gus Dur’ merupakan momen agar bangsa ini tidak lupa akan perjuangan dan dedikasi Sang Guru Bangsa dalam menjaga harmoni kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama. Salam, Selamat Natal dan Tahun Baru. (Hk/00)

Comments

0 comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *